9 Tanda Pola Asuh Orang Tua Terlalu Keras pada Anak Menurut Psikolog

Posted on

Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, orang tua sering merasa bahwa mereka tidak cukup. Selalu ingin ada kegiatan lain yang dapat diikuti anak-anak, keterampilan lain yang dapat mereka pelajari.

Terkadang orang tua mendorong anak-anak untuk belajar lebih giat dan lebih banyak membantu di rumah. Bahkan, tak jarang membandingkan keluarga kita sendiri dengan keluarga lain.

Lebih lagi, sudah jadi hal umum di antara orang tua bahwa bersikap keras atau otoriter terhadap anak adalah cara paling efektif untuk mengubah perilaku mereka.

“Sejujurnya, ini bisa sangat efektif, dalam jangka pendek,” kata Dylan Ochal, MD, FAAP, dokter anak di Ocean Pediatrics, Orange County, California, dikutip dari

Sering kali, orang tua yang cenderung menggunakan strategi yang lebih otoriter mendapatkan kendali dalam jangka pendek, sementara mengorbankan hubungan emosional dalam jangka panjang. Misalnya, mengomel, membujuk, menyuap, atau bahkan sekadar mengungkapkan kekecewaan.

7 Kebiasaan Orang Tua yang Membuat Anak Punya Kepribadian Baik

Tanda-tanda pola asuh orang tua terlalu keras pada anak

Tentu, kita tidak ingin hal itu akan merusak fakta bahwa kita mencintai anak-anak kita sepenuhnya dan tanpa syarat apa adanya, bukan apa yang mereka lakukan. Untuk itu, ketahui tanda-tanda pola asuh orang tua terlalu keras pada anak menurut psikolog.

1. Nada bicara selalu kasar

Meskipun Bunda pernah berada dalam situasi perlu berteriak “Stop!” atau “Jangan!” sekeras mungkin saat melihat anak melakukan sesuatu yang berbahaya, terkadang nada bicara Bunda merupakan reaksi yang berlebihan. Bunda mungkin berteriak bukan karena masalah mendesak, tetapi karena merasa lelah dan kehilangan kesabaran.

Seorang psikolog, Eran Magen, menjelaskan saat orang tua meminta anak kita melakukan sesuatu, membungkuk untuk menatap matanya, dan menggunakan suara yang lebih lembut biasanya lebih efektif.

Magen memberi contoh daripada berteriak kepada anak, lebih baik melakukan sesuatu yang membuat anak merasa tenang. Bunda bisa melangkah mendekati anak, menatap matanya, dan berkata, “Tolong jangan lakukan itu, tindakanmu bisa membuat jendela itu pecah dan bisa melukaimu”.

2. Bunda sering berteriak atau menggunakan ancaman saat anak berperilaku buruk

Berteriak dan bahkan memberi ancaman bukan tindakan yang efektif dalam mendisiplinkan anak. Nancy Darling, PhD, seorang profesor psikologi di Oberlin College, mengatakan jika mengeluarkan ancaman kepada anak seperti “Aku akan menghancurkan semua mainanmu” atau “Aku akan mengusirmu dari rumah” dianggap tidak akan berhasil diterapkan pada anak.

“Jika anakmu berkata ‘Baiklah’, yang bisa kamu lakukan hanyalah mengalah. Yang telah kamu lakukan hanyalah mengancam dan mengajari anakmu untuk berperilaku buruk,” kata Darling, dikutip dari

3. Anak menarik diri dari aktivitas yang pernah mereka nikmati

Minat pribadi sangat penting untuk mengekspresikan diri. Jika Bunda dan Ayah mengabaikan mereka untuk aktivitas yang lebih terstruktur, pertimbangkan kembali. Dukunglah minat mereka, meskipun itu berbeda dari harapan Bunda.

Dorongan membantu mereka mengeksplorasi bakat dan mengembangkan kepercayaan diri. Kenali antusiasme mereka dan berikan sumber daya untuk mengejar minat. Pendekatan pengasuhan ini meningkatkan kreativitas dan kegembiraan.

Seimbangkan aktivitas terstruktur dengan kegiatan pribadi. Menawarkan dukungan dalam usaha mereka memperkaya kebahagiaan mereka dan membangun citra diri yang positif, Bunda.

4. Membandingkan dengan orang lain

Membandingkan anak dengan orang lain dapat mengurangi harga dirinya. Setiap anak itu unik, dengan kelebihannya masing-masing. Coba alihkan fokus kita sebagai orang tua untuk mencegah kita dari membanding-bandingkan anak.

Tekankan upaya dan peningkatan alih-alih kompetisi, Bunda. Mengakui pencapaian dengan cara mereka sendiri meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi. Pahami bahwa perjalanan setiap anak berbeda.

Dorong Si Kecil untuk menetapkan tujuan dan dukung pertumbuhan mereka. Pendekatan ini memupuk rasa harga diri anak dan membantu mereka menghargai keunikan mereka.

5. Tidak mendukung pilihan anak

Ilustrasi/Foto: Getty Images/Nuttawan Jayawan

Anak-anak membutuhkan kebebasan untuk membuat pilihan. Jika Bunda terlalu mengontrol, mereka mungkin merasa dibatasi. Evaluasi apakah Bunda membuat keputusan yang seharusnya melibatkan anak.

Memberikan otonomi mendorong tanggung jawab dan keterampilan membuat keputusan. Biarkan anak mengungkapkan pendapat dan berkontribusi pada pilihan yang memengaruhi mereka.

Praktik tersebut membangun kepercayaan diri dan kemandirian. Lebih baik membimbing mereka daripada mendikte, hal ini untuk dukung pertumbuhan mereka.

Keseimbangan itu penting, Bunda. Pendekatan ini menumbuhkan rasa pemberdayaan dan mempersiapkan mereka untuk tantangan di masa depan. Dorong kemandirian sambil menjadi sosok yang mendukung dalam kehidupan mereka.

6. Punya segudang aturan

Penting untuk menetapkan dan mempertahankan batasan demi kesehatan, menjaga hubungan, dan alasan lainnya. “Struktur itu bagus. Namun, terlalu banyak aturan bisa jadi kontraproduktif,” kata Chinw© Williams, seorang konselor berlisensi di Atlanta.

“Aturan harus dibatasi seminimal mungkin dan harus berfokus pada sikap atau cara berperilaku secara keseluruhan, bukan pelanggaran individual,” sambungnya.

7. Terus-menerus menunjukkan kesalahan anak

Setiap orang tua pasti ingin anak-anak kita menghindari kesalahan yang sama berulang kali. Namun, memuji anak saat mereka melakukan hal yang benar umumnya lebih efektif daripada menegur saat mereka tidak melakukannya.

Bersikap keras pada anak-anak dengan cara ini dapat memiliki konsekuensi yang bertahan lama untuknya. Mereka mungkin mulai percaya bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun dengan benar.

Anak-anak mungkin mengembangkan rasa takut tidak cukup baik, yang mengarah pada keasyikan dengan kekurangan yang mereka rasakan daripada keberhasilan mereka.

8. Mengabaikan feedback positif

Memuji prestasi sangat penting untuk motivasi. Jika umpan balik positif jarang diberikan, hal itu dapat memengaruhi moral. Baik besar maupun kecil, tetap rayakan, Bunda. Penguatan ini mendorong kegigihan dan meningkatkan harga diri.

Jangan berfokus pada pencapaian, tetapi fokus pada upaya anak. Penguatan positif menumbuhkan pola pikir optimis. Praktik ini tidak hanya membangun kepercayaan diri tetapi juga memperkuat hubungan.

9. Anak menunjukkan tanda-tanda stres fisik

Jadwal yang terlalu padat dapat menyebabkan kelelahan. Pastikan anak memiliki waktu untuk bersantai dan mengejar minat mereka. Nilai apakah anak merasa stres dengan komitmen mereka. Dorong Si Kecil untuk memilih aktivitas yang benar-benar mereka nikmati dan tetapkan jadwal yang realistis.

Beri mereka ruang untuk bersantai dan mengisi ulang tenaga, yang penting untuk kesejahteraan secara keseluruhan. Pendekatan ini menumbuhkan gaya hidup yang sehat dan seimbang, Bunda.

Pilihan Redaksi
  • 4 Tanda Bunda dan Ayah adalah Orang Tua Menyenangkan Menurut Psikolog
  • 9 Kesalahan Orang Tua Penyebab Anak Manja Menurut Pakar
  • 9 Ciri Orang Tua yang Anaknya Akan Sukses Menurut Pakar

Gratis!