Dia berpendapat, hasil penilaian Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) perlu dipertahankan lebih lanjut. Menurutnya, metodologi yang digunakan lembaga tersebut tidak kredibel dan tidak didasarkan pada data hukum yang akurat.
Faisyal mengkritik metodologi yang digunakan oleh OCCRP dalam menilai seorang pemimpin negara, yang menurutnya sangat tidak dapat dipercaya.
Menurut informasi yang saya temukan, metode yang digunakan oleh OCCRP tidak didasarkan pada data hukum dan fakta, melainkan menggunakan pendekatan survei melalui Google Form yang tidak ilmiah, ungkap Faisyal.
Menurutnya, menggunakan platform seperti Google Form untuk polling adalah tidak tepat dalam mengukur fenomena besar seperti korupsi, yang memerlukan analisis yang lebih dalam dan kekuatan data yang lebih kuat.
Faisyal juga mengkritik konsep yang digunakan oleh OCCRP dalam memberikan penilaian terhadap pemimpin dunia. Menurutnya, lembaga tersebut membuat standar sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan “korupsi” dengan tidak ada data dan fakta yang jelas.
“Selayaknya semua lembaga memutuskan untuk membuat definisi atau makin artinya korupsi, ya. Kalau itu dilakukan, hasilnya akan berupa definisi- definisi yang acohnya (memihak/kosong) dan salah,” ucapnya.
Dia menambahkan, jika konsep ini diteruskan tanpa keilmuwan yang jelas, maka bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politik.
“Konsep itu bisa digunakan oleh orang atau organisasi tertentu dengan tujuan yang tidak baik, seperti melakukan serangan balik terhadap tokoh atau pemimpin yang tidak disukai mereka sendiri,” kata Faisyal.
Faisyal juga menilai bahwa salah satu variabel yang digunakan oleh OCCRP, yaitu “lokalisasi ke tangan pihak-pihak berwenang”, sangat berpotensi memberikan hasil yang bias. Menurutnya, jika variabel ini digunakan untuk menilai korupsi, maka banyak pemimpin negara maju juga seharusnya termasuk dalam kategori pihak yang korup.
“Jika variabel ini digunakan, maka banyak pemimpin negara industri yang telah merusak lingkungan dan mengexploitasi sumber daya alam mereka, yang juga patut disebut sebagai korup. Mengapa tidak ada presiden negara-negara Eropa dan Amerika dalam daftar tersebut, yang sudah jelas mengotori lingkungan?” mengatakan Faisyal.
Ia menekankan bahwa aplikasi penggunaan indikator semacam itu bisa berdampak buruk bagi banyak pihak, terutama apabila dilihat dari perspektif global yang lebih luas.
Faisyal menyatakan bahwa penilaian cita riting OCCRP tentang Jokowi sebagai pemimpin korup harus ditelaah lebih dalam, baik dari sisi metode yang digunakan maupun variabel-variabel yang diangkat. Ia menghimbau agar semua pihak tidak langsung mempercayai penilaian tersebut tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas dan fakta yang lebih objektif.
Menurutnya, situasi ini menunjukkan keperluan untuk lebih memahami dengan sungguh-sungguh sumber-sumber informasi yang ada, terutama dalam ranah politik global yang sering terisi dengan agenda sembunyi-sembunyi.