TPST Bantar Gebang saat ini memproses limbah menjadi bahan bakar alternatif dengan menggunakan sistem terintegrasi.
refuse-derived fuel
(RDF) itu selanjutnya dipakai oleh pabrik semen sebagai bahan bakar.
Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko), Zulkifli Hasan, telah mendorong perkembangan penanganan sampah di Tempat Pembuatan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dengan menggunakan RDF. RDF adalah sumber energi alternatif yang diproduksi dari macam-macam jenis limbah padat lewat tahap pembedaan, pengolahannya, serta pencacahannya.
“Sudah terjadi perkembangan dalam penataan limbah di Bantargebang dengan menggunakan RDF,” ungkap laki-laki yang biasa disapa Zulhas ketika ditemui di Bekasi, Rabu (19/3).
- Pramono Menargetkan Pengolahan Sampah Hingga 3.000 Ton Per Hari Menggunakan RDF
- Penduduk Mengeluhkan Aroma Tak Sedap dari Proses Pengolahan Sampah RDF di Jakarta
- Indonesia Berencana Mengubah Limbah Menjadi Energi di 30 Kota Utama
Sampah yang diproses melalui sistem RDF ini mayoritas sudah ditangani oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa (Indocement). Berkat adanya sistem RDF, TPST Bantargebang dapat mengirimkan sampahnya ke pabrik mencapai 2000 ton per hari guna dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
Samping disalurkan ke pabrik semen, limbah dari TPST itu pun dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) Bantargebang yang dapat memproduksi sebanyak 400 kilowatt-hour (kWh) energi lists.
Zulhas menyebutkan bahwa pemerintah sedang berupaya mempromosikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Salah satu caranya adalah dengan menggabungkan tiga Peraturan Presiden (Perpres) menjadi sebuah regulasi yang mencakup manajemen limbah melalui proses listriksi.
Tindakan itu bertujuan untuk memacu pertumbuhan pengembangan PLTSa di Indonesia. Menurut Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018, direncanakan pembangunan PLTSa di 12 kota namun hanya berhasil menghasilkan dua instalasi yang berjalan.
Berkat kehadiran Perpres terbaru ini, para pengusaha tak perlu bersinggungan kembali dengan pemerintah daerah maupun DPRD. Menurutnya, “Tidak ada lagi interaksi dengan pemerintah daerah atau DPRD; tidak perlu bertemu dengan Menteri Keuangan, cukup mendapatkan persetujuan dari ESDM saja lalu bisa menandatangani kontrak dengan PLN.”