Berlaku 1 Februari 2025,Ternyata Ini Alasan PPN Naik 12 Persen,Lengkap Daftar Barangnya

Posted on

– kabar mengenai Pajak Pertambahan Nilai hingga detik ini masih terus berhembus di tengah masyarakat tanah air.

Pertimbangannya adalah, karena belum tersebarluasnya sosialisasi mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada masyarakat umum, seperti yang disampaikan langsung Presiden RI Prabowo Subianto beberapa waktu yang lalu.

“Malam ini pemerintah putuskan untuk memperkenalkan perubahan tarif pajak konsumsi barang dan jasa mewah dari 11 persen menjadi 12 persen,” kata Prabowo di Gedung Kementerian Keuangan, seperti dikutip Rabu (1/1/25).


Lalu apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

PPN sendiri merupakan salah satu jenis pajak yang diperoleh saat pengeluaran barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP).

Jadi, ini adalah pajak yang ditambahkan dan ditagih atas suatu transaksi.

Dalam prakteknya, pihak penjual yang telah mendapatkan status sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat bukti pembayaran pajak elektronik sebagai bukti pemungutan PPN dan menyampaikan laporannya setiap bulan melalui Surat Pajak Upaya Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

Pihak yang membayar pajak adalah pihak pembeli.

Terbitnya peraturan tersebut akan resmi diberlakukan penuh pada tanggal 1 Februari 2025.

Tetapi penerapan PPN tersebut akan ditujukan pada barang-barang mewah.


Mengapa Pemerintah Meningkatkan Pajak Masukan (PPN) di Tahun Ini?

Pungutan pajak nasional (PPN) meningkat 12 persen pada tahun 2025

Salah satu alasannya adalah adanya masa transisi yang diberlakukan pada Januari 2025.

Masa transisi ini ditujukan agar memberikan kesempatan bagi masyarakat dan pelaku ekonomi agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.

“Bayangkan saja transisi ini akan terjadi. Kesempatan kenaikan PPN akan mencapai 12 persen pada tanggal 1 Februari 2025. Pasti sakit hati bagi yang sudah memesan pada bulan Desember, tapi tahu-tahu ini PPN sudah naik di januari,” Kata Dosen Fiskal Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, mengutip Kompas.com, Minggu(5/1/2025).

Pada bulan Januari 2025, pajak penting bagi barang mewah tetap dihitung dengan tarif 11 persen, meskipun dasar pengenaannya dihitung menggunakan rumus tarif sebesar 12 persen dikali nilai lain yang sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor. Dengan demikian, hal ini berlaku khusus bagi konsumen akhir atau mereka yang membeli barang mewah seperti mobil atau rumah mewah secara langsung dari dealer atau developer.

Pasal 5 butir a dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024 menjelaskan, “Mulai tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan tanggal 31 Januari 2025, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak berupa 11/12 dari harga jual.”

Dengan demikian, meski tarif yang dikenakan adalah 12 persen, perhitungannya tetap menghasilkan nominal yang sama dengan PPN 11 persen untuk konsumen akhir pada Januari 2025.

Hal ini berlaku untuk berbagai dagangan mewah, seperti mobil, bangunan, dan barang mewah lainnya yang dibeli oleh masyarakat umum.

Namun, sejak 1 Februari 2025, aturan tersebut akan berubah, dan PPN 12% akan berlaku sepenuhnya, dihitung langsung berdasarkan harga jual atau nilai impor tanpa menggunakan rumus nilai lain.

Perubahan ini tertuang dalam Pasal 5 point b PMK 131 Tahun 2024, yang menyebutkan bahwa mulai Februari 2025, pajak barang mewah akan dihitung sebesar 12 persen penuh.

“Mulai tanggal 1 Februari 2025, peraturan yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) mulai diberlakukan, yang menyebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan dasar pengenaan pajak yang terdiri dari harga jual atau nilai impor,” tegas Deni.

Jika konsumen akhir mendapatkan masa transisi, tarif pajak saat ini 12 persen sudah berlaku bagi pabrikan, distributor, dan pengembang sejak Januari 2025.

Artinya, untuk transaksi di antara pelaku usaha, bunga pajak penjualan baik barang mewah juga sudah sepenuhnya berlaku 12 persen, baik di tingkat pabrik, distributor, maupun saat penjualan rumah mewah dari developer ke konsumen.

Mengenai PPN, itu ada kaitannya dari atas ke bawah. Jadi kalau di pihak konsumen akhir tetap sekitar 12% saja. Misalnya dari pabrikan langsung ke distributor atau ke mana pun, itu 12%,” ujar Deni.

Tujuan dari kebijakan ini adalah memberikan waktu kepada masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tarif PPN untuk barang mewah yang lebih tinggi, sambil terus memastikan transaksi di pasar tetap lancar.

Pemerintah berharap transisi ini dapat membantu mengurangi dampak negatif bagi konsumen yang telah melakukan pembelian sebelum tarif penuh diterapkan.

Dengan demikian, meski PPN 12 persen secara resmi diumumkan untuk berlaku mulai 1 Januari 2025, pelaksanaannya penuh baru dimulai pada 1 Februari 2025, memberikan kesempatan bagi konsumen untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan baru ini.


Lantas jenis barang dan barang jasanya apa saja yang ikut dan tidak ikut dipotong pada PPN 10% sebelumnya dan PPN 11% akan menjadi PPN 10%, sedangkan PPN 12%?

Barang dan Jasa yang Tidak Berlaku Pajak Pertambahan Nilai 12 persen


  1. Barang

Berikut beberapa barang yang tidak terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 4A dan 16B:

  • Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, tempat makan, warung, dan tempat sejenisnya, baik yang dikonsumsi langsung maupun tidak, termasuk makanan dan minuman pesan dari tempat makanan siap saji atau jasa katering.
  • Barang ini merupakan objek pajak parkir dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  • Uang, logam emas dalam bentuk batang untuk tujuan cadangan valuta asing negara, dan surat berharga.

Selain itu, barang-barang yang tidak dikenakan PPN juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK/010/2017, di antaranya:

  • Beras dan gabah yang berkulit, dikuliti, disosohkan, atau dikilapkan, setengah giling atau digiling, pecah, menjadi menir, salinan yang sesuai untuk disemaikan.
  • Jagung yang sudah dikupas atau belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk biji jagung yang masih berupa benih.
  • Sagu berupa bonggol sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk, dan tepung kasar.
  • Biji kedelai bertabur biji berbulu, biji utuh, dan biji pecah, kecuali biji.
  • Konsumsi garam, beryodium atau tidak, meliputi garam meja dan garam denaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.
  • Daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan atau tanpa tulang, yang menggunakan cara sederhana, seperti beku, makananियल, dikurangi kelembaban, digarami, diasam, atau pengawetan lainnya.
  • Telur yang tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
  • Susu sapi yang direbus atau didinginkan dan tidak terkhaust tambahan gula atau bahan lainnya.
  • Buah segar yang dipanen dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, diiris, lebih dari digrading.
  • Sayuran segar ini dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, atau disimpan dalam suhu dingin, serta dicacah.
  • Bahan bahan segar, lewat proses dicuci, dipisahkan kulitnya, disortasi, diiris, dipotong, atau digrading.
  • Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan, dan tidak dihancurkan atau dihaluskan.
  • Gula konsumsi kristal putih yang berasal dari tebu yang dikonsumsi tanpa ditambahkan warna atau perasa tambahan.


2. Jasa

Berikut ini adalah jasa yang tidak dikenakan PPN 12 persen diatur dalam UU HPP Pasal 4A ayat 3 dan Pasal 16B ayat 1a huruf j, yaitu:

  • Jasa keagamaan.
  • Fasilitas kesenian dan hiburan, yang mencakup semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  • Jasa perhotelan, meliputi penyewaan kamar dan/atau jasa pelayanan ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah rezeki dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  • Jaringan yang ditawarkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan secara umum, mencakup semua jenis jaringan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  • Jasa penyediaan tempat parkir mencakup penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengelola tempat parkir, sebagai objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
  • Jasa makanan atau katering, mencakup semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

    Barangan pokok untuk keperluan sehari-hari yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

  • Jasa pemeliharaan kesehatan tertentu dan yang termasuk dalam program perjanjian kesehatan nasional (JKN).
  • Jasa layanan sosial. Jasa keuangan. Jasa asuransi.
  • Jasa pendidikan.
  • Jasa angkutan umum pada darat dan air serta jasa angkutan udara domestik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari layanan transportasi internasional.
  • Jasa tenaga kerja.

Daftar Barang dan Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 12 Persen pada Tahun 2025

Sementara itu, semua barang dan jasa, kecuali yang disebutkan di atas, yang mengutamakan tarif PPN 12% adalah yang termasuk kategori premium dan VIP.

Simulasi Pajak Pertanian 12% (PPN 12%)

Konsep menyederhanakan PPN dapat digambarkan dengan sederhana kepada masyarakat awam dengan mempertimbangkan sistem pembelian di pasar.

Di mana setiap pelaku dalam rantai penyedia (pabrik, distributor, dan toko) hanya membayar pajak atas nilai tambah yang mereka buat.

Nilai tambah tersebut merupakan selisih antara harga belanja dan harga penjualan mereka.

Dari perbedaan tersebut akan mengarahkan PPN untuk bergerak meningkat pada setiap tahap hingga disampaikan kepada konsumen.

Konsumen yang dimaksud adalah pihak terakhir atau masyarakat umum yang membayar harga barang termasuk semua PPN dari tahap-tahap sebelumnya.

Kalau belum singkat berikut merupakan penjelasan sederhana dalam bentuk struktur rantai atau diagram penjualan dari pusat utama atau pabrik hingga ke tangan pengguna.


>>> Pabrik ke Penyalur <<<

Harga Dasar : Rp 5.000

– Harga Setelah PPN : Rp 5.000 + 12% = Rp. 5.600

– Harga Penjualan Distributor : Rp. 10.000 (Termasuk laba yang diperoleh)

PPN yang Harus Dibayar Distributor: Rp 10.000 x 12 persen = Rp 1.200

– Harga Setelah PPN: (Rp. 5.600) + Harga Jual: (Rp. 10.000) + PPN yang Harus Dibayar: (Rp. 1.200)

Harga total : 16.800

||

\/


Distributor menuju Toko

Harga Dasar Distributor: Rp 16.800 (Ini sudah mencakup margin dan PPN sebelumnya).

PNBP yang Dikenakan Distributor ke Toko: Rp 16.800 x 12 persen = Rp 2.016

– Harga Jual ke Toko (Setelah PPN): Rp 16.800 + Rp 2.016 = Rp 18.816

||

\/


Toko Konsumen

-TPrices Asli Toko: Rp 20.160 (sudah termasuk margin dan PPN sebelumnya) harga bisa dibulatkan toko

Pajak penghasilan yang dikenakan kepada toko kepada konsumen: Rp 20.160 x 0,12 = Rp 2.419,2 (harga dibulatkan menjadi Rp 2.420)

– Harga Jual ke Konsumen (Setelah Pajak): Rp 20.160 + Rp 2.420 = Rp 22.580


Disclaimer: Perhitungan tersebut merupakan simulasi untuk memberikan gambaran jika PPN meningkat menjadi 12 persen pada tahun depan, dan sistem perhitungan PPN dan formulanya dapat berubah kapan saja.

(*)


Google News