Jalan-jalan ke Makam Keramat Gorontalo Milik Bapu Kali Balunda

Posted on

Penulis: Mohamad Ziad Adam,  Mahasiswa Magang dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG)

, Gorontalo – Tersembunyi di Tenilo Gorontalo, Makam Keramat Aulia “Bapu Kali Balunda” menyimpan kisah penting.

Selain sebagai ulama, Bapu Kali Balunda juga disebut-sebut sebagai Qadhi, hakim dalam hukum Islam yang bertugas memutuskan perkara. Qadhi juga bertugas menerapkan yurisprudensi Islam (fiqh).

Memang, sejauh ini nama Bapu Kali Balunda jarang terdengar, tetapi perannya begitu besar dalam sejarah Islam di Gorontalo.

Lebih dari sekadar tempat peristirahatan terakhir, makam ini menyimpan jejak perjalanan seorang pedagang yang berubah menjadi hakim kerajaan dan mursyid tarekat qadhiriyah. Sabtu (15/02/2025)

Makam Keramat Aulia “Bapu Kali Balunda” terletak di Tenilo, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo.

Makam ini  menyimpan jejak sejarah seorang ulama besar yang juga menjabat sebagai qadhi atau hakim kerajaan pada abad ke-18 hingga ke-19.

Meski terbuka untuk umum, makam ini tidak banyak diketahui masyarakat karena keluarga besar menjaga agar ziarah dilakukan dengan niat yang benar.

Fadlul Hak Datau, keturunan generasi keempat Bapu Kali Balunda, menjelaskan perjalanan hidup dan peran penting ulama ini dalam sejarah Gorontalo.

Bapu Kali Balunda, yang bernama asli dirahasiakan oleh keluarganya, lahir pada tahun 1801 dan wafat sekitar tahun 1934.

Ia adalah seorang qadhi pertama di Kerajaan Suwawa serta mursyid tarekat qadhiriyah.

Sebelum menjadi ulama, ia adalah seorang pedagang yang pergi ke Ternate. Namun, karena ancaman perompak yang sering menangkap dan menjual manusia ke pasar budak, ia akhirnya menerima gelar qadhi yang diwarisi dari ayahnya, Tuan Kali Datau.

“Gelar qadhi itu diwariskan dari ayahnya. Awalnya, ia menolak karena ingin berdagang, tetapi karena kondisi saat itu tidak memungkinkan, akhirnya ia menerima gelar tersebut dan meneruskan ilmu turun-temurun dari keluarganya,” jelas Fadlul Hak Datau. Saat diwawancarai pada Sabtu (15/02/2025)

Salah satu kisah menarik yang turun-temurun diceritakan dalam keluarga adalah hubungan Bapu Kali Balunda dengan Syarif Abdul Ajis, seorang ulama dari Mekkah yang bergelar Ta Didihu Uundi Ka’bah atau pemegang kunci Ka’bah.

Menurut cerita yang diwariskan, Suatu hari Syarif Abdul Ajis mendengar suara misterius dari dalam Ka’bah saat hendak menutup pintunya. Ketika ditanya, sosok tersebut mengaku berasal dari Gorontalo. Hal ini membuat Syarif Abdul Ajis melakukan perjalanan ke Gorontalo untuk menemui Bapu Kali Balunda, entah untuk berguru atau sekadar berbagi ilmu. Hingga akhir hayatnya, Syarif Abdul Ajis tetap tinggal dan dimakamkan di Gorontalo.

“Cerita ini memang diwariskan turun-temurun dalam keluarga. Terserah orang mau percaya atau tidak, karena kalau sudah bicara soal kewalian, itu tidak bisa diambil dengan logika,” kata Fadlul.

Nama “Balunda” pada Bapu Kali Balunda berasal dari tanaman herbal baluntas yang tumbuh di sekitar makamnya. Makam ini sebenarnya terbuka untuk umum, tetapi tidak banyak diketahui karena keluarga besar ia menjaga agar orang-orang tidak datang dengan niat yang keliru, seperti meminta mandat atau kekayaan.

Pada masa kejayaannya, Gorontalo memiliki beberapa kerajaan, yaitu Kerajaan Suwawa, Gorontalo, Limutu, dan Bulango. Sebagai qadhi, Bapu Kali Balunda memiliki peran penting dalam sistem hukum kerajaan.

“Qadhi itu seperti hakim di zaman kerajaan. Di atas qadhi ada mufti. Dulu belum ada undang-undang seperti sekarang. Pemerintahan diatur oleh tiga pihak, yaitu raja sebagai pemimpin pemerintahan, tokoh adat yang mengatur tradisi, dan tokoh agama (qadhi) yang mengatur hukum Islam. Peraturan kerajaan pun disesuaikan dengan ajaran Islam,” ungkap Fadlul.

Pada abad ke-18, ketika Belanda mulai mengambil alih kekuasaan, mereka menunjuk sultan dan ulama yang mendukung kepentingan mereka.

Karena campur tangan ini, Bapu Kali Balunda memilih mundur dari jabatannya dan menetap di Gorontalo hingga akhir hayatnya.

Ia terus mengajarkan tarekat qadiriyah dan mazhab Syafi’i kepada murid-muridnya, tanpa pernah menyimpang dari ajaran Islam.

Makam Keramat Aulia “Bapu Kali Balunda” bukan hanya tempat peristirahatan seorang ulama besar, tetapi juga simbol sejarah peran qadhi dalam kerajaan Gorontalo.

Warisan ia terus dijaga oleh keturunannya, baik dalam ilmu agama maupun tradisi seperti dzikir arwah.

“Kami berharap generasi muda tetap mengenal dan menghormati sejarah ini, karena ia adalah salah satu ulama besar yang berjasa bagi Gorontalo,” pungkas Fadlul Hak Datau. (*)