Mengingat Lagi Libur 1 Bulan Selama Puasa Ramadan: Era Kolonial Sampai Gus Dur

Posted on

Pemerintah mengaku sedang mempertimbangkan untuk meliburkan sekolah selama sebulan penuh saat Ramadan 2025. Dengan demikian, ada kemungkinan bagi masyarakat untuk mengalami kembali masa lalu kepemimpinan Presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Ah, sudah ada rencana ini,” kata Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i (Romo Syafi’i) singkat saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/12).

Bagaimana suasana saat warga masyarakat hidup di masa pemerintahan Gus Dur?

Pada tahun 1999, Gus Dur menerapkan kebijakan untuk membiarkan para pelajar berlibur selama bulan Ramadan. Penyebabnya adalah agar masyarakat dapat lebih fokus dan khusyuk beribadah.

Tak hanya itu, Gus Dur juga menyuruh remaja fokus belajar agama. Menurutnya, mereka harus beristirahat dan melakukan kegiatan spiritual semampunya.

Mereka juga meminta siswa mereka untuk melaporkan aktivitas ibadah saat Ramadhan, seperti membaca tadarus hingga sholat tarawih.

Beberapa sekolah juga menggunakan liburan ini sebagai kesempatan untuk mengadakan pesantren kilat selama satu bulan penuh.

Di sisi lain, guru memilih untuk mengikuti jeda atau mengikuti penataran tanpa harus berurusan dengan agenda tertentu. Hal ini bertujuan untuk memulihkan energi fisik dan spiritualnya sebelum memulai periode belajar selanjutnya.


Sudah Diterapkan di Era Kekaisaran

Gus Dur sebenarnya sebagai Presiden RI modern yang tercatat memiliki kebijakan libur sekolah sebulan di bulan Ramadan. Namun kebijakan ini ternyata sudah diterapkan sebelumnya, tepatnya pada awal abad 20 ketika Indonesia masih berada di bawah pemerintahan kolonial.

Kebijakan ini diterapkan secara menyeluruh mulai dari tingkat dasar hingga menengah, yaitu dari Hooger Burgerschool (HBS) hingga Algemeene Middelbare School (AMS).

Alasannya: Pemerintah Belanda ingin para pendidik fokus pada profesi lain selama bulan Ramadan, seperti bidang birokrasi, kesehatan, otomotif, dan pertanian, selain profesi pendidik.

Pemerintah menyadari bahwa di masa itu, orang tua memegang erat kepercayaan Islam, dan anak-anak juga merasakan hal yang sama.


Dihilangkan di Masa Orba

Kebijakan tersebut terus berlanjut hingga masa kepresidenan Presiden Sukarno.

Namun Presiden Soeharto menghapus kebijakan liburan sekolah penuh sebulan pada tahun 1978. Saat itu diputuskan liburan Ramadhan hanya 10 hari.

Dengan ketentuan tiga hari pertama bulan Ramadan dan tujuh hari setelah Idul Fitri atau Lebaran.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Daoed Joesoef, menegaskan bahwa pada saat bulan puasa, sekolah harus tetap menjalankan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya.

Kebijakan tersebut mengundang sengaja reaksi keras dari umat Islam di Indonesia pada tahun 1980. Berikut beberapa tindakan yang diambil akibat kebijakan tersebut: