Terlambat Menyadarinya, Nunung: Membantu Memang Baik, Namun Ada Batasnya

Posted on


JAKARTA,

– Menetap dalam satu ruangan sewaan ketika umurnya mencapai 60 tahun, komedian Nunung akhirnya memahami kekeliruan dirinya dahulu yang terlalu mengejar kepentingan orang lain.

Sekarang dulu, Nunung hanya ingin meninggikan martabat keluarganya yang tentunya tidak berasal dari golongan kaya raya.

“Mayoritas semuanya (dibiayai), mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil,” demikian kata Nunung seperti dikutip dari YouTube Reyben Entertainment.

“Saudara-saudari saya sebenarnya tak memiliki kemampuan apa pun, sungguh tidak satupun dari mereka yang berdaya. Namun, menurutku, aku diberi karunia yang jauh melebihi itu,” tambahnya.

Keinginan Nunung untuk menolong keluarga tersebut membuat dia melupakan persiapan masa depan pribadinya.

“Menurutku sudah cukup, saya bisa melakukannya,” katanya.

“Pada masa lalu saya, seolah-olah waktu itu setiap hari saya merasa diburu oleh uang, tidak seperti sekarang ini mencari kekayaan dengan sadar,” lanjut Nunung.

Sebenarnya ketika berada di titik tertinggi karier, Nunung telah mengenali kepentingan untuk mempertimbangkan dan merancang masa depanya.

“Memberi bantuan diperbolehkan, terutama untuk keluarga,” katanya.

“Lebih baik saya membantu orang lain, terlebih lagi saudara kita yang tak seorang pun memiliki kemampuan,” tambahnya.

Nunung harusnya sudah lebih dahulu mengurus dirinya sendiri sebelum bisa menjaminkan kesejahteraan orang lain.

“Tetapi kita perlu menyiapkan diri terlebih dahulu,” kata Nunung.

“Sebenarnya kita memiliki keluarga,” tambahnya.

Oleh karena itu, walaupun sudah larut malam menurutnya, Nunung menginginkan bahwa pengalaman hidupnya dapat diambil hikmahnya oleh banyak pihak.

“Pengetahuan ini untuk saya, walaupun dikatakan terlambat, namun pada usia seperti saat ini baru menyadari,” ujar Nunung.

Nunung sekarang hanya menempati satu kamar kontrak bersama suaminya.

Walau berlainan dengan tempat tinggal sebelumnya, Nunung mencoba untuk mengapresiasi perjalanannya dalam kehidupan.

“Bila dikatakan sedih, tentu saja sedih. Tetapi beginilah hidup yang harus kita jalani,” kata Nunung.

“Maklum saja kalau ini (kamar kos) bukan milikku sendiri, tetapi aku menganggapnya seperti istana pribadi di mana aku bisa curahkan keluhan dan air mata kepada Allah,” tambahnya.